26 Feb

Ulasan Film “Gundah Gundala”

Invasi “barang” impor di Indonesia membuat Wimar Herdanto tergelitik bergerilya dengan Gundah Gundala-nya. Mengisahkan obrolan yang tidak begitu santai di sebuah warung kopi, Gundala Putra Petir diketahui baru saja terlibat perbincangan dengan (mantan) kameradnya dalam membasmi tabir kejahatan di kolong nusantara, ya, Gatotkaca.

Di saat tren film kontemporer menyoal heroisme tidak sedang menggunakan aktor yang ganteng-ganteng amat sebagai jagoannya, Wimar pun barangkali menjadi penganut mazhab yang sama. Iron Man (2008) dengan Robert Downey Jr. atau Edward Norton yang berperan sebagai Bruce Banner dalam The Incredible Hulk (2008) menjadi salah duanya. Karena menjadi sesuatu yang nisbi, sisanya silakan Anda cari dan tentukan sendiri.

Di penghabisan era 60-an, pahlawan rekaan kita sebenarnya mulai sanggup mengimbangi serbuan Flash Gordon, Superman, pun Tarzan. Nama-nama seperti Gundala Putra Petir, Godam Manusia Besi, Pangeran Mlaar, hingga Jin Kartubi perlahan-lahan memangkas dominasi Pahlawan-Pahlawan Barat tersebut. Memang, kudu diakui, pengaruh bule-bule itu tidak sekonyong lepas begitu saja dari penggarapan banyak superhero asal Indonesia. Tapi tunggu dulu, bagaimana dengan Jaka Sembung atau Panji Tengkorak?

Ngadatnya ojek berplat ‘W’ yang ditumpangi Gundala, menakdirkannya bersua Gatotkaca di medan pergunjingan. Usut punya usut, Gundala baru saja menghadiri undangan interviu kerja di sebuah balai perkantoran, namun sayangnya…ia ditolak! Saat ditanya Gatot perihal musababnya meninggalkan “profesi” sebagai superhero, Gundala reaktif menunjuk headline sebuah surat kabar yang tergeletak di atas meja sebagai biang keladinya. Memuat foto Susilo Bambang Yudhoyono (Presiden Indonesia saat itu) yang entah ingin, sedang, atau telah berjabat tangan dengan seorang manusia setrika. Betul, kepala berita media cetak itu bertulis “Ironman Segera Dinaturalisasi”.

“Ini baru Ironman, belum Superman, terus Batman!”, cerocos Gundala dengan mimik datar namun dahinya sedikit berkerenyit tampakkan jengkel, iri, gemas yang bercampur aduk.

Lebih jauh Gundala menguraikan, tidak hanya ia seorang yang terpaksa kembali menjelma sebagai warga sipil. Karibnya seperti Aquaman pun bernasib serupa, manusia yang memang cocok kerja di air ini tampaknya belum mampu keluar dari zona nyaman-nya tersebut, ia kini dikenal sebagai pebisnis ikan musiman yang ulung. Lain Aquaman lain pula Godam, sang manusia besi kini menekuni pekerjaan yang lebih segmented, pahlawan para juru mudi, Godam Si Penambal Ban. Berbeda dengan keduanya, Pangeran Mlaar tampaknya sedang tidak memikirkan timbunan lemak dan gelambir di perutnya. Jika ingin kembali luwes dan semampai, Pangeran Mlaar kami sarankan untuk sekarang juga membeli alat pelangsing di tv-shop karena harganya sebentar lagi  naik.

Secara tersirat, film ini menyebut manusia sekelas superhero (naturalisasi) pun bisa tampak “cacat” (saat hidup di Indonesia). Robin diketahui mangkir dari “tugas” mendampingi Batman. Di lain sisi, Wimar sukses membuat Gundala tampak gundah imbas pensiun dini sebagai superhero nasional. Gundala “laporan” ke mana-mana bahwa dirinya-lah seorang Gundala Putra Petir, di saat Power Rangers dan superhero-superhero lainnya ogah menyebar identitas mereka sebagai manusia yang telah dibaiat dan dikaruniai kekuatan super demi amar ma’ruf nahi munkar.

Jika setelah menyimak film ini Anda masih ragu perihal menjadi bogalakon merupakan sebuah pekerjaan ataukah suatu panggilan jiwa, kami tidak ragu untuk menulis kalau Si Jampang atau hmm…Kusni Kasdut (?) merupakan Robin Hood-nya Indonesia.