12 Jun

Ulasan Film “Jalan Pulang”

Saat kata ‘badut’ dilontarkan dari mulut, apa yang pertama kali melintas di pikiran? Bisa jadi, setiap orang akan memiliki impresi dan pemaknaan yang berbeda-beda terhadap kata yang satu ini meski badut sendiri seringkali diasosiasikan sebagai sesuatu yang lucu, cerah ceria, dan membawakan banyak kegembiraan di suatu pesta ulang tahun. Mengesampingkan betapa ada banyak orang yang mengalami ketakutan (katakanlah, fobia) terhadap sosok ini, badut erat kaitannya dengan nuansa yang diliputi kebahagiaan – seperti pelawak penuh rias wajah. Akan tetapi, pernahkah terpikirkan bahwa badut tidak lebih dari manusia biasa yang mungkin saja kehidupannya tak seriuh pesta-pesta yang dihadirinya, tak selucu tindak tanduknya, dan tak seceria anak-anak yang dihiburnya sedemikian rupa? Bahkan, mungkin saja di balik segala canda tawa yang dikerahkannya, tersimpan rasa pilu yang teramat sangat di hatinya.

‘Jalan Pulang’ arahan Dharma Putra PN yang diproduksi oleh Sinematografi Universitas Indonesia, menampilkan kontras itu; seorang badut yang bertugas memberi keceriaan, memiliki kehidupan yang hampa dan monoton. Mengambil latar di sebuah lorong gang sempit pada malam hari, adegan pembuka ‘Jalan Pulang’ telah berbicara banyak. Seorang lelaki tua yang baru saja Read More

09 Jun

Ulasan Film: “Cinta Seharusnya”

Bagaimanakah perwujudan cinta yang seharusnya hadir mengelilingi orang-orang yang tengah kasmaran? Tidak ada formula baku yang memastikannya. Setiap individu bisa saja memiliki definisinya sendiri untuk menerjemahkan bagaimana cinta yang seharusnya mereka rasakan.

Di dalam film pendek arahan Andry Ganda yang berjudul “Cinta Seharusnya”, seperti inilah cinta yang seharusnya: mengingat orang terkasih bisa membuat tersenyum dan merasa bahagia, tak ada kebohongan maupun kemunafikan – hanya kejujuran, dan merasa nyaman di dekat orang terkasih tanpa ada kecurigaan sedikitpun.

Apakah Anda pun demikian? Menilik betapa rumusan yang diandaikan ada kala tengah merajut hubungan asmara ini cenderung bersifat umum, maka rasa-rasanya Anda pun menyepakati dan mendambakan kehidupan percintaan yang ideal semacam ini.

Tapi apakah ini semua benar-benar terwujud dalam “Cinta Seharusnya” atau sekadar wacana yang melayang di angan-angan? Hanya dengan berpatokan kepada judul, isi film ini seharusnya bisa dengan mudah tertebak, dan sekaligus menjawab pertanyaan sebelumnya: tidak. Apa yang dikuliti oleh sang pembuat film di sini adalah seputar perempuan remaja bernama Hanny (Liu Janice Puspasari) yang mengandai-andai jalinan asmara yang seharusnya dilaluinya. Ya, apa yang hinggap pada Hanny memang tidak sesuai dengan pengharapan. Cinta yang seharusnya terasa manis, malah justru terasa pahit. Cinta yang seharusnya membuatnya berbahagia, malah justru membuatnya bermuram durja. Cinta yang seharusnya membuatnya aman dan nyaman, malah justru membuatnya merasa senantiasa gelisah. Apa yang salah dengannya atau pasangannya, Tom (Albert Halim), sehingga segalanya tidak berlangsung seperti yang diimpikannya? Read More