26 Feb

Ulasan Film “Gundah Gundala”

Invasi “barang” impor di Indonesia membuat Wimar Herdanto tergelitik bergerilya dengan Gundah Gundala-nya. Mengisahkan obrolan yang tidak begitu santai di sebuah warung kopi, Gundala Putra Petir diketahui baru saja terlibat perbincangan dengan (mantan) kameradnya dalam membasmi tabir kejahatan di kolong nusantara, ya, Gatotkaca.

Di saat tren film kontemporer menyoal heroisme tidak sedang menggunakan aktor yang ganteng-ganteng amat sebagai jagoannya, Wimar pun barangkali menjadi penganut mazhab yang sama. Iron Man (2008) dengan Robert Downey Jr. atau Edward Norton yang berperan sebagai Bruce Banner dalam The Incredible Hulk (2008) menjadi salah duanya. Karena menjadi sesuatu yang nisbi, sisanya silakan Anda cari dan tentukan sendiri.

Di penghabisan era 60-an, pahlawan rekaan kita sebenarnya mulai sanggup mengimbangi serbuan Flash Gordon, Superman, pun Tarzan. Nama-nama seperti Gundala Putra Petir, Godam Manusia Besi, Pangeran Mlaar, hingga Jin Kartubi perlahan-lahan memangkas dominasi Pahlawan-Pahlawan Barat tersebut. Memang, kudu diakui, pengaruh bule-bule itu tidak sekonyong lepas begitu saja dari penggarapan banyak superhero asal Indonesia. Tapi tunggu dulu, Read More

23 Sep

Ulasan Film: “Merdeka atau Marni”

Ada satu masa kita pernah mempertanyakan keabsahan tuturan sejarah negeri ini seperti yang tercantum pada buku-buku teks sekolah. Entah terkesan ditutup-tutupi, ditambah-tambah bumbu agar terasa sedap, atau bahkan dituturkan secukupnya saja. Pernah pula beredar kabar angin bahwa sebetulnya apa yang dibaca oleh jutaan siswa selama ini penuh rekayasa yang telah dirancang sedemikian rupa sehingga kebobrokan masa silam tak terekspos meluas. Mengenai kebenarannya, hanya Tuhan dan para pelaku sejarah yang mengetahuinya. Bisa jadi memang betul adanya, tetapi bisa jadi pula hanya teori dari para penikmat konspirasi belaka. Tetapi, apapun itu, satu hal yang benar-benar bisa dipastikan, seluruh peristiwa yang menjadi bagian dari sejarah Indonesia tidak seluruhnya dipaparkan oleh kurikulum sekolah karena satu dan lain hal – utamanya saat relevansinya dipertanyakan.

Inilah yang lantas menggelitik Samsi Rezki untuk membuka kembali lembaran-lembaran sejarah lewat tafsiran berbeda dari sebelumnya dalam film arahannya, “Merdeka atau Marni”. Melalui gagasan utamanya, Samsi Rezki telah membumbungkan rasa penasaran penonton. Kurang lebih seperti inilah catatannya: “Sungguh kita tak pernah benar-benar mengetahui bagaimana sejarah sebenarnya terjadi. Dalam kurikulum sekolah, sejarah kerap diajarkan tanpa memberikan ruang bagi tafsir manusiawi. Padahal ada banyak kejadian unik dan menarik yang bisa dituturkan. Bahwa para pelaku sejarah adalah juga sosok-sosok yang tak melulu serius dan kaku. Membuka jendela persepsi baru yang menjadikan sejarah tetap segar dalam riak-riak kehidupan.” Read More