18 Mar

Sudibyo Saputro, Kritik Potensi Korupsi via Animasi

Ujian Nasional (UN) 2016 tidak lama lagi. Kemungkinan besar telinga kita bakal kembali berkutat dengan kontroversi menyoal pantas-tidaknya UN menjadi tolok ukur kelulusan seorang pelajar. Namun kabarnya, mulai tahun ini, UN diselenggarakan pada awal semester terakhir sehingga siswa yang mendapat nilai di bawah standar atau tidak lulus untuk mata pelajaran tertentu bisa mengulang di semester yang sama tanpa harus menunggu tahun berikutnya. Menarik, kita lihat saja nanti bagaimana penerapannya.

Nah, sebelum ingar-bingar UN, ada baiknya jika kita saksikan dulu film animasi kreasi Sudibyo Saputro berjudul “Ujian”. Kemarin, Kineria berkesempatan ngobrol via surel dengan Dibyo—sapaan karibnya—. Mulai dari opininya tentang UN hingga bagaimana “Ujian” sukses menjadi yang terbaik dalam ANIFEST JATIM (Animation Festival Jawa Timur) dan menjadi salah satu nomine pada Festival Antikorupsi yang dihelat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Mari simak…

Kineria (K): Menurut Mas Dibyo, UN masih perlu diterapkan kah di Indonesia?

Sudibyo Saputro (SS): Tidak perlu, karena menurut saya itu akan terus menjadi momok yang menakutkan untuk siswa sehingga tidak sedikit siswa yang berusaha melakukan kecurangan. Mau dibuat dengan sistem seperti apapun pasti tetap saja ada celah.

K: Kenapa tertarik mengangkat tema pendidikan? Wabil khusus mengenai Ujian.

SS: Saya ingin memberikan contoh cikal bakal dari korupsi, dan mencontek di saat ujian adalah sifat tidak jujur yang nantinya menjadi bibit korupsi di kemudian hari.

K: Menarik film ini menjadi nomine dalam Festival Antikorupsi 2014, boleh diceritakan prosesnya?

SS: Ya, awalnya memang film ini saya buat untuk diikutkan dalam festival tersebut. Saat itu pun langsung terpikirkan untuk mengangkat masalah contek-mencontek di saat ujian berlangsung. Proses pengerjaannya sekitar satu bulan dan dikerjaan oleh dua orang. Alhamdulillah, animasi yang saya buat bisa masuk nominasi. Animasi ini juga pernah juara satu untuk kategori ide kreatif dalam ANIFEST JATIM (Animation Festival Jawa Timur) 2015 lalu.

K: Bagaimana awalnya tertarik dengan dunia animasi?

SS: Dari kecil saya sangat suka film-film yang berbau animasi. Tetapi sampai awal masuk kuliah, saya tidak pernah punya pikiran pingin bikin animasi sendiri. Saya cukup senang dengan hanya menonton animasi yang sudah ada di televisi. Hingga pada akhir semester dua, saya diberi tugas oleh salah satu dosen untuk mencari materi tentang software komputer. Dari situlah tanpa sengaja saya mengenal salah satu software animasi 3D dan setelahnya rasa penasaran mulai tumbuh. Saat itu saya mulai mempelajari tutorial yang ada di internet, lalu jika punya uang lebih saya sisihkan untuk beli ‘tutorial premium’. Jadi saya belajar animasi otodidak. Jika ditanya kenapa tertarik dengan animasi, ya jawabannya karena animasi itu keren. Kita harus bisa menghidupkan benda yang awalnya mati, kita bisa bikin orang ketawa dari animasi.

K: Menurut Mas Dibyo seperti apa gambaran dunia animasi di Indonesia sekarang ini?

SS: Industri animasi di Indonesia saat ini sudah sangat berkembang pesat, bisa dilihat—yang paling mencolok sekarang—dari banyaknya stasiun televisi yang membuat studio animasi sendiri. Ada juga studio-studio animasi lokal yang mulai tumbuh.

K: Sutradara atau animator yang menjadi role model-nya Mas Dibyo siapa? Film favorit sejauh ini?

SS: Sutradara itu Ronny Gani, kalau film saya suka Transformers.

K: Sedang mempersiapkan project selanjutnya kah? Boleh dibocorkan sedikit?

SS: Saat ini belum ada, tapi rencananya sih mau bikin animasi web series.

Ya, film animasi kini memang menjadi salah satu medium untuk menggambarkan realitas zaman. Visualisasi yang terkesan lembut tidak menjadi pembenaran bagi sang animator untuk membuat film dengan bobot yang ringan-ringan saja. “Ujian” karya Sudibyo Saputro, film bergenre animasi yang lembut tapi nyentil.