27 Nov

Harmoni Orkestra, Kor, dan Suporter

Addie Muljadi Sumaatmadja dengan Twilite Orchestra-nya, Drs. A. G. Sudibyo dan paduan suara mahasiswa baru Universitas Indonesia (UI), serta Yuli Sumpil, sang pemimpin ribuan Aremania (sebutan untuk fan Arema Indonesia) yang menyesaki Stadion Kanjuruhan. Mereka menjadi salah tiga yang dilahirkan untuk menjadi pemimpin sekaligus mengamini adagium yang terpampang dalam poster film ini yang berbunyi “Tak Semua Orang Terlahir Jadi Pemimpin”. Lewat dokumenter arahan Andibachtiar Yusuf, ketiganya bakal bergantian hadir di depan mata Anda lewat film yang diberi judul The Conductors ini. Mulai dari tanggapan mereka bertiga akan profesinya masing-masing hingga footage-footage ihwal rasa, warna, dan gaya kepemimpinan mereka saat sedang berdiri di depan khalayaknya, semua dikemas lugas dalam 76 menit.

Setelah terbilang sukses dengan Trilogi The Jak (2007), tidak menunggu waktu lama, Bogalakon Pictures kembali dengan dokumenter lainnya. Tepatnya pada 2008, The Conductors muncul ke pasaran. Menarik memang jika menilik dari tema yang diangkat dalam film ini. Menggabungkan Addie M. S., Pak Dibyo, dan Mas Yuli dalam sebuah film? Orchestra, Choir, Supporter? Bakat, Kehormatan, dan Hasrat? Siapa yang terbesit sebelumnya.

Ensembel yang larut dengan vokal tenor, bariton, bass serta sopran, mezzo sopran, dan alto milik ribuan mahasiswa baru UI bakal berpadu dengan yel-yel pemompa semangat ditambah sejumput agitasi penunjang gimik-gimik unik khas Aremania jelang laga Arema Malang vs Persebaya Surabaya, dibungkus dengan apik lewat simfoni orkestra klasik pemanja telinga.

Berbagai ajang penghargaan dan pemutaran film, baik dari dalam pun luar negeri pernah merasakan film ini. Sebut saja Jakarta International Film Festival (JIFFest) 2007; Busan International Film Festival (BIFF), Korea Selatan, pada 2008; Festival Film Indonesia (FFI) 2008 sebagai Film Dokumenter Terbaik; Festival Film Dokumenter (FFD) 2008, Yogyakarta, juga keluar sebagai Dokumenter Terbaik; dan sempat pula diputar dalam Doc Aviv, Tel Aviv, Israel, pada 2009 lalu, setahun setelah film ini resmi dirilis.

Bagi pendukung Arema khususnya, film ini juga menyedikan layanan berkaraoke bersama Aremania. Terdengar menggelikan namun menjadi sebuah fragmen yang hampir tidak mungkin tersedia dalam film lain. Aremania, lengkap dengan instrumen dan lirik sudah disediakan selama dua setengah menit lebih. Bagi fan Persebaya, kami sarankan untuk melewatkan bagian tersebut. Tidak hanya itu, Yuli Sumpil juga memberikan tutorial ‘bagaimana gestur Aremania saat mendukung Arema’.

Menariknya lagi, beberapa penggalan pernyataan masing-masing aktor dalam film ini makin relevan pada masa ini—walaupun film ini tayang tujuh tahun lalu—. Addie M. S. yang menyampaikan bahwa musik secara sosial juga akan sangat bermanfaat untuk hal-hal non-musikal sampai kekecewaannya pada berbagai rezim pemerintahaan. Yuli Sumpil yang mengeluarkan unek-uneknya untuk PSSI dan wejangannya untuk supporter Arema khususnya (untuk semua supporter di Indonesia umumnya) akan manfaat membeli tiket sebelum masuk ke stadion demi pemasukan klub kesayangan. Semangat dan pesona Drs. A. G. Sudibyo, pendiri paduan suara Paragita UI, yang menggambarkan bagaimana Balairung bergema saat para mahasiswa baru UI setiap tahunnya ia pimpin bernyanyi lagu wajib wisuda.

The Conductors pula menyuguhkan sepak terjang dan mengupas dalam-dalam kehidupan tiga konduktor di atas. Walaupun kualitas suara dan gambar masih bisa dimaksimalkan lagi, substansi film ini melalui “provokasi” Ucup—begitu sang sutradara biasa disapa—benar-benar berhasil diulik. Hasilnya, fakta ketiga narasumber tersaji apa adanya. Namun perbedaan tujuan hidup, visi serta aktivitas sehari-hari ketiganya yang tersaji sepanjang film, sukses ditutup klimaks dengan ‘Indonesia Raya’ yang dilagukan masing-masing bersama tim-nya. Ya, salah satu pesan moral tersirat yang membuat penontonnya tidak merasa sedang dikuliahi menyoal semangat kebangsaan, bukan?