16 Mar

Ulasan Film “Kitchen Knight”

Pertama kali menonton film animasi ini, mungkin di benak Anda terlintas film Petualangan Sherina. Kenapa? Saksofon dan irama yang riang. Ya, hal yang diharapkan Donny Irianto—empunya film ini—menjadi stimulan bagi pemirsanya untuk menonton dengan nikmat hingga tuntas. Apalagi, untuk ukuran film pendek, Kitchen Knight punya durasi yang relatif singkat.

Setengah dua belas kurang sedikit di dapur yang jauh dari hiruk pikuk dapur restoran pada umumnya. Tumpukan wajan, panci, dan piring kotor tidak kelihatan lagi. Tampaknya, sedang ada yang dinanti oleh dua chef “penunggu” dapur berlantai papan catur itu. Benar saja, Dolares datang.

Siapa Doleras? Diantar sang supervisor restoran, ia bertandang mengenakan blus merah, lengkap dengan tudung kepala ala Ratu Elizabeth yang dihias ornamen mungil berwarna ungu. Perempuan berperawakan mirip salah satu petinggi partai politik di Indonesia ini ternyata seorang penguji yang akan menilai kedua chef yang diketahui bernama Joe dan Duccase.

Joe yang berambisi menjadi chef nomor satu di dunia, nyatanya mendapat tantangan dari rekan seprofesinya, Duccase. Tidak mau kalah dengan Joe, Duccase pun berhasrat memenangkan hati sang penguji demi predikat “chef terbaik di dunia”. “Perang” masak pun tak terhindarkan.

Hahahaha…Donny Irianto, konseptor sekaligus animator film ini, mencoba menggambarkan relung hati Joe ketika pada tantangan pertama, Dolares lebih tertarik dengan racikan Duccase. Panekuk ala Joe kalah dari es krim vanila buatan Duccase. Donny memvisualkan emosi chef Joe yang seketika menjadi psikopat imbas kekalahan tersebut. Joe membabi buta, ia mencabik-cabik tubuh Doccase menjadi delapan bagian dengan pisau dapur di masing-masing tangannya. Tidak selesai sampai di situ, kedelapan bagian tubuh Doccase tersebut terjun bebas ke dalam wajan yang telah siap untuk dibumbui.

Tantangan pertama kalah, Joe bersiap untuk tantangan kedua. Udang kuah asam pedas menjadi “tulang punggung”-nya. Doleras tampak semringah dan terlihat kagum dengan kreasi anyar milik chef ambisius itu. Tak lama berselang, Doleras kembali dibuat menoleh ke meja chef Duccase. Chef dengan tinggi semampai ini, baru saja menyelesaikan keluaran keduanya, ikan kecap masak pedas.

Belum sempat Doleras mengumumkan siapa yang akhirnya ia dapuk menjadi chef terbaik di dunia, Joe dan Doccase terlibat baku pukul duluan. Melihat kejadian ini dari balik pintu, sang supervisor malah tidak berdaya sebelum akhirnya kliyengan dan pingsan. Doleras, yang melihat peristiwa tidak wajar ini tepat di depan dua bola mata yang dibantu kacamata berlensa putih (bukan bening), langsung berinisiatif “membungkam” kedua chef yang punya ambisi buta itu.

Doleras sukses membuat Joe dan Doccase pun sang supervisor restoran yang telah terbangun dari pingsannya ternganga-nganga. Lobster masak mentega-nya, resmi menggagalkan ambisi kedua chef tersebut merebut gelar ‘chef terbaik sekolong langit’.

Kini, akibat tabiat buruk tersebut, Joe dan Doccase harus menanggungnya. Mereka harus rela diomeli sang bos aka supervisor restoran tempat mereka bernaung yaaang…kelihatannya tidak galak-galak amat.

Yayaya, memiliki kompetensi namun tidak dibarengi mental juara memang sama seperti 1 dikali 0. Joe dan Doccase punya kemampuan, namun tampaknya…mereka belum sempat diamuk Gordon Ramsay, Joe Bastianich ataupun Chef Juna yang galak itu.