19 Dec

Ulasan Film “Altitude Alto”

Walau sayuran adalah sumber vitamin dan mineral yang sangat direkomendasikan untuk dikonsumsi setiap harinya, sulit disangkal bahwa sayuran juga merupakan musuh besar bagi anak-anak… sebagian besar. Tidak peduli campuran bahan apapun – semenggoda selera apapun – yang kamu berikan di makanan, sayur yang seringkali berjenis wortel, bayam, atau kacang-kacangan sering dibiarkan terlantar begitu saja meski nasi dan lauk pauk habis tak bersisa. Dibutuhkan siasat jitu agar si buah hati bersedia memberi kesempatan kepada segerombolan sayur mayur untuk berkelana memasuki mulut dan saluran pencernaan. Jika begitu-begitu saja, maka, yah… meski nantinya akan memiliki kesadaran diri, tapi dibutuhkan waktu menahun agar menjalin keakraban bersama jenis sayur-sayuran ini. Paksaan secara halus yang diterapkan kepada anak yang terus menerus emoh ini tentu pada akhirnya turut memaksa orang tua untuk menghidupkan sisi kreatifitas. Itulah yang coba dikulik oleh film animasi pendek berjudul ‘Altitude Alto’ arahan Aditya Prabaswara.

‘Altitude Alto’ adalah percobaan lainnya dari animator Indonesia bahwa kupasan cerita dalam film animasi pendek tidak harus melulu berkaitan erat dengan cerita tradisional turun temurun. Permasalahan sehari-hari pun bisa menjadi bahan menarik untuk dikulik. Melalui ‘Altitude Alto’, Aditya Prabaswara mengangkat apa yang kerap kali kita jumpai di sekeliling, seorang bocah yang menolak untuk memakan sayur-sayuran. Sederhana, bukan? Untuk menambah daya tarik agar, yah, film tidak hanya berkutat secara menjemukan pada perjuangan si ibu membujuk putranya untuk membuka mulut, maha sentuhan fantasi pun diberikan. Hasilnya, tentu saja membuat ‘Altitude Alto’ terasa mengasyikkan untuk disimak terlebih gaya penceritaan macam ini jarang dijumpai di khasanah film animasi pendek Indonesia yang umumnya cenderung mendayu-dayu atau puitis. Apabila diminta perbandingan, maka kurang lebih ‘Altitude Alto’ sedikit banyak mengingatkan kepada ‘Tobi’ arahan Brian Chandra.

Altitude Alto Film Pendek Animasi

Altitude Alto Film Pendek Animasi

Alto adalah bocah berusia 6 tahun yang bercita-cita menjadi seorang pilot pesawat tempur seperti halnya sang ayah. Kesehariannya di kala senggang dihabiskannya untuk bermain-main dengan koleksi mainan pesawatnya dengan dirinya berpura-pura menjelma sebagai pilot yang tengah menuaikan misi berbahaya. Hanya saja, seperti halnya anak-anak kebanyakan, Alto pun tidak menggemari aneka sayur mayur. Ketika sang ibu menghidangkan sarapan yang didalamnya turut mengandung sayuran, Alto menolak. Menyadari bahwa putranya ini tidak akan bersedia memakan sayuran tersebut tanpa bujuk rayu meyakinkan, maka sang ibu pun menempuh cara kreatif. Yang dilakukannya, turut masuk ke dalam dunia imajinasi Alto dengan meminta putra semata wayangnya tersebut menganggap sayuran sebagai bagian dari jenis pesawat yang harus ditumpas. Alto dianggap berhasil menyelesaikan misi saat sayuran tesebut berhasil ‘diledakkan’ – atau dalam hal ini, masuk ke dalam mulutnya untuk dikunyah habis.

Tampak jelas dari tatanan kisah yang diapungkannya, film berdurasi sekitar 5 menit ini menyasar keluarga sebagai segmentasi utama. ‘Altitude Alto’ adalah semacam everybody’s story dimana kebanyakan orang tua bisa jadi pernah dihadapkan pada problematika serupa, dipusingkan oleh aktifitas bujuk membujuk supaya si buah hati bersedia memakan sayuran. Penulis pernah mengalami masa-masa itu saat ibu mati-matian meminta penulis untuk menyantap wortel beserta konco-konconya (saat itu ekspresi yang muncul seringkali… ewww!!!) dan kembali terulang pada keponakan yang juga susahnya bukan main kala diminta memakan sayuran. Memang, kandungan gizinya tidaklah perlu dipertanyakan lagi. Ditempatkan pula dalam rantai ‘4 sehat 5 sempurna’, tapi di mata anak-anak yang umumnya doyan pada makanan bercita rasa manis, sayuran memiliki rasa yang hambar, aneh, dan (tentunya) tidak enak. Kurang lebih telah muncul stigma ‘makanan ini harus dihindari sebisa mungkin’ di kacamata anak-anak.

Memang, harus diakui, keintiman cerita adalah letak kekuatan utama yang dipunyai oleh ‘Altitude Alto’. Tapi lebih dari itu, apa yang juga menopang film sehingga membuatnya tampak unggul di deretan film animasi pendek Indonesia adalah grafis animasinya yang layak diganjar dua jempol. Kala pertama kali menyimak film ini, penulis dibuat bertanya-tanya sekaligus dilingkupi rasa kekaguman, “betulkah ‘Altitude Alto’ dibuat oleh animator Indonesia?”. Ya, desainnya tampak mulus dan terlihat begitu… mahal. Lagi-lagi, sesuatu yang jarang dijumpai saat kita berbincang perihal film animasi pendek Indonesia mengingat medium ini dipenuhi keterbatasan khususnya soal distribusi yang sama sekali tidak jelas, kecuali berkeliling dari satu festival film ke festival film lainnya, sehingga pengerjaan serius jarang diutamakan. Untungnya, itu sama sekali tidak terjadi ‘Altitude Alto’.

‘Altitude Alto’ dipersiapkan untuk dipasarkan ke pasar internasional. ‘Altitude Alto’ adalah sebuah film yang begitu menyenangkan untuk disimak oleh beragam lapisan usia dan pesan moral yang diusungnya pun mengena.