03 Feb

Ulasan Film “Hanacaraka”

Bagi masyarakat Indonesia yang tumbuh berkembang di Jawa tentu tidaklah asing dengan Hanacaraka, tetapi bagi mereka yang hanya sedikit tahu mengenai budaya Jawa mungkin akan bertanya-tanya, apa sih Hanacaraka? Well… secara ringkas, Hanacaraka adalah aksara turunan dari aksara Brahmi yang digunakan untuk penulisan naskah-naskah berbahasa Jawa, bahasa Makassar, bahasa Madura, bahasa Melayu, bahasa Sunda, bahasa Bali, dan bahasa Sasak. Aksara ini memiliki 20 huruf dasar, 20 huruf pasangan yang berfungsi menutup bunyi vokal, 8 huruf utama, 8 pasangan huruf utama, Read More

07 Jan

Review : Maling (The Thieves)

Apa yang terlintas di benak Anda tatkala mendengar kata ‘maling’? Seseorang (atau sekelompok orang) yang kejam, perampokan, barang-barang hilang, atau yang lainnya? Yang jelas, apapun itu, erat konotasinya dengan sesuatu yang negatif, buruk, dan mengerikan. Itu tidak salah. Bagaimanapun, maling adalah salah satu ‘pekerjaan’ tak halal yang dilakoni lantaran ingin mendulang harta dalam waktu yang singkat, tanpa perlu mengusap keringat, atau semata-mata tidak ada pilihan lain. Di khasanah film Indonesia, maling identik dengan penjahat sementara lawan si maling adalah lakon (jagoan). Kalaupun ditempatkan sebagai hero, biasanya hanya untuk seru-seruan atau lucu-lucuan semata. Jarang (atau malah tak ada) yang memanusiawikan si maling, seolah-olah tidak ada kebaikan yang dimiliki. Melalui Maling (The Thieves), Ismail Basbeth mencoba untuk membalik konsep yang biasanya Read More

19 Dec

Ulasan Film “Altitude Alto”

Walau sayuran adalah sumber vitamin dan mineral yang sangat direkomendasikan untuk dikonsumsi setiap harinya, sulit disangkal bahwa sayuran juga merupakan musuh besar bagi anak-anak… sebagian besar. Tidak peduli campuran bahan apapun – semenggoda selera apapun – yang kamu berikan di makanan, sayur yang seringkali berjenis wortel, bayam, atau kacang-kacangan sering dibiarkan terlantar begitu saja meski nasi dan lauk pauk habis tak bersisa. Dibutuhkan siasat jitu agar si buah hati bersedia memberi kesempatan kepada segerombolan sayur mayur untuk berkelana memasuki mulut dan saluran pencernaan. Jika begitu-begitu saja, maka, yah… meski nantinya akan memiliki kesadaran diri, tapi dibutuhkan waktu menahun agar menjalin keakraban bersama jenis sayur-sayuran ini. Paksaan secara halus yang diterapkan kepada anak yang terus menerus emoh ini tentu pada akhirnya turut memaksa orang tua untuk menghidupkan sisi kreatifitas. Itulah yang coba dikulik oleh film animasi pendek berjudul ‘Altitude Alto’ arahan Aditya Prabaswara.

‘Altitude Alto’ adalah percobaan lainnya dari animator Indonesia bahwa kupasan cerita dalam film animasi pendek tidak harus melulu berkaitan erat dengan cerita tradisional turun temurun. Permasalahan sehari-hari pun bisa menjadi bahan menarik untuk dikulik. Melalui ‘Altitude Alto’, Aditya Prabaswara mengangkat apa yang kerap kali kita Read More

27 Nov

Ulasan Film “Rumah Senja”

Film pendek Rumah Senja

Apakah arti dari keluarga? Secara general, keluarga memiliki arti sebagai kelompok sosial terkecil dalam tatanan kehidupan bermasyarakat yang terdiri atas sejumlah individu dan memiliki hubungan, ikatan, kewajiban, serta tanggung jawab diantara satu sama lain. Apabila diartikan lebih luas, boleh jadi keluarga menemukan maknanya masing-masing pada sejumlah orang, tak persis sama. Bagi penulis sendiri, keluarga adalah sebuah tempat dimana sekumpulan orang peroleh cinta, kasih sayang, maupun kebersamaan secara tulus tanpa membubuhkan pamrih di atasnya. Pada hal ini, tidak terbatas pada keluarga inti semata – seperti ayah, ibu, kakek, nenek, kakak, dan semacamnya – tetapi turut mencakup ‘kawan seperjuangan’ yang saking lengketnya sampai-sampai hafal luar dalam diri kita. Bukankah sering mendengar, “kami begitu akrab, dia sudah saya anggap seperti saudara sendiri” di keseharian?

Akan tetapi, sedihnya, tidak semua orang menghargai salah satu hadiah terindah yang diberikan oleh Tuhan ini. Di tengah era teknologi informasi yang telah begitu maju – sekaligus menuntut masyarakat bergerak lebih aktif agar tak tergerus habis oleh persaingan – malah kebersamaan diantara anggota keluarga semakin menurun dalam tingkatan signifikan, tidak sedikit pula yang hilang sama sekali khususnya bagi Read More

19 Nov

Ulasan Film “Mulih”

Bagi kebanyakan perantau, mulih – dalam Bahasa Indonesia memiliki arti pulang ke rumah atau kampung halaman – adalah salah satu momen yang dinanti-nantikan kehadirannya. Aktifitas ‘mulih’ paling ramai di Indonesia dapat dijumpai beberapa hari sebelum Hari Kemenangan bagi umat Muslim dirayakan, atau lebih dikenal dengan istilah mudik. Berbondong-bondong jutaan manusia yang mayoritas disesaki penghuni ibukota menyerbu beragam penjuru untuk bersilaturahmi dan melepas rindu bersama sanak saudara. Kelelahan yang menghiasi hari-hari kala mencari nafkah lantas tercairkan. Energi yang sebelumnya nyaris terkuras habis, terisi ulang. Memberikan semangat baru untuk menyongsong hari dengan senyum kembali terkembang di wajah. Menyenangkan… untuk sebagian orang. Karena mulih yang bisa saja diasosiasikan selalu dengan mudik tidak senantiasa memberikan kabar gembira bagi pelaku dan keluarga. Tidak sedikit berita mengiris hati menghiasi surat kabar di saat kebahagiaan seharusnya menghinggapi diri. Tapi tak sedikit pula tragedi menyakitkan yang tak pernah tersiarkan beritanya, hanya mengendap di ingatan masing-masing.

Ada beragam cerita yang bisa didapat dalam perjalanan pulang ke rumah, entah itu bersifat penuh kegembiraan, melelahkan, menjemukan, atau malah dipenuhi tragedi. Terkadang, alasan yang menyertai panggilan balik kampung seseorang pun tidak mesti bernada positif, ada kalanya sesuatu yang menyesakkan hingga Read More

19 Nov

Ulasan Film “Sang Suporter”

Tatkala imajinasi-imajinasi mulai melenggak-lenggok liar di kepala berharap sudah waktunya dituangkan sebagai sebuah karya, maka tiada medium paling memungkinkan untuk memfasilitasinya selain film animasi. Melaluinya, si pembuat film bebas sebebas-bebasnya mengeksplor daya khayalnya tanpa perlu mengkhawatirkan sejumlah batasan yang memungkinkan terhambatnya laju proses kreatif, yang mana tentunya ini bakal dijumpai saat memaksa kegilaan ide diterjemahkan secara live action. Wiryadi Dharmawan atau akrab disapa Cak Waw, yang pada dasarnya memang bergerak di sektor animasi menyadari sepenuhnya hal itu. Mengejawantahkan cerita kompilasi komik lokal ‘Gilanya Bola’ yang sesuka hati (tapi tetap berisi) ke dalam bahasa gambar tentunya bukan perkara mudah jika dilakonkan oleh aktor-aktris. Kendala utama yang barang tentu bakal ada: bujet yang berlimpah ruah dan pemanfaatan efek khusus. Jika sudah begini, kemungkinan paling masuk akal adalah proyek film berjalan di tempat (atau malah dibungkus begitu saja).

Oleh karenanya, Cak Waw pun menghidangkan ‘Sang Suporter’ dalam bentuk film animasi pendek. Tidak perlu bermewah-mewah ria dengan memanfaatkan teknologi 3D yang ada seperti halnya kebanyakan film animasi saat ini, melainkan cukup bergantung pada animasi konvensional untuk menghantarkan kisah. Lebih murah meriah. Dibuat untuk merangkul impian suporter sepakbola tanah air yang Read More

18 Nov

Review : Harry van Yogya

Setelah memulai langkah yang meyakinkan lewat ‘Hide and Sleep’ yang dipenuhi shot bernada eksperimental, Ismail Basbeth mengemas film keduanya yang diberi tajuk ‘Harry van Yogya’ secara sederhana. Anda tidak akan menemukan sesuatu yang aneh di sini, segalanya dialirkan dengan cara yang terbilang normal untuk ukuran Ismail Basbeth, berlangsung singkat, tetapi lagi-lagi menyimpan kritikan sosial terhadap kondisi sosial di sekitar kita yang begitu menohok. Jika ada bentuk percobaan yang kentara terasa di film kedua si pembuat film ini, maka itu bukanlah soal gaya pengambilan gambar atau tatanan pengisahannya. Itu berkaitan dengan aliran jenis film yang dipilihnya. Tidak lagi bermain-main di ranah fiksi, Ismail Basbeth mencoba untuk mengambil jalur dokumenter demi menghantarkan gagasan yang ingin disampaikannya melalui ‘Harry van Yogya’.

Dengan durasi yang hanya merentang sepanjang 6 menit, ‘Harry van Yogya’ mengalir secara ringkas, padat, dan jelas. Apa yang dikuliknya pun sejatinya sederhana, Read More

06 Nov

Review : Hide and Sleep

Apakah Anda pernah mengalami terbangun di suatu pagi dan mendapati barang-barang di sekitar kamar berada dalam posisi yang tidak semestinya? Kekacauan tidak disebabkan oleh orang lain yang (mungkin) mengendap-ngendap masuk ke kamar, melainkan diri Anda sendiri… dalam posisi tidur!  Ya, semacam sleepwalking. Meski tidak sampai menciptakan kekacauan, saya pernah mengalaminya sekali dua kali – setidaknya itu yang diungkapkan oleh teman satu kos saya – yang berdampak pada terbuka lebar-lebarnya pintu kamar mandi yang semula terkunci rapat. Entah apa yang sesungguhnya terjadi, saya pun sama sekali tidak mengingatnya. Bahkan diri ini terperanjat saat mendengar kisah itu. Susah dipercaya! Peristiwa serupa (tapi tak sama) inilah yang dikulik oleh Ismail Basbeth dalam film fiksi pendek perdananya yang dipertontonkan ke khalayak ramai, Hide and Sleep.

Seorang protagonis dalam wujud seorang mahasiswa berambut kribo bernama Ramlan bangun di suatu pagi hanya untuk mendapati ada yang sesuatu yang salah di kamar kosnya (atau malah pada dirinya?). Read More