19 Nov

Ulasan Film “Sang Suporter”

Tatkala imajinasi-imajinasi mulai melenggak-lenggok liar di kepala berharap sudah waktunya dituangkan sebagai sebuah karya, maka tiada medium paling memungkinkan untuk memfasilitasinya selain film animasi. Melaluinya, si pembuat film bebas sebebas-bebasnya mengeksplor daya khayalnya tanpa perlu mengkhawatirkan sejumlah batasan yang memungkinkan terhambatnya laju proses kreatif, yang mana tentunya ini bakal dijumpai saat memaksa kegilaan ide diterjemahkan secara live action. Wiryadi Dharmawan atau akrab disapa Cak Waw, yang pada dasarnya memang bergerak di sektor animasi menyadari sepenuhnya hal itu. Mengejawantahkan cerita kompilasi komik lokal ‘Gilanya Bola’ yang sesuka hati (tapi tetap berisi) ke dalam bahasa gambar tentunya bukan perkara mudah jika dilakonkan oleh aktor-aktris. Kendala utama yang barang tentu bakal ada: bujet yang berlimpah ruah dan pemanfaatan efek khusus. Jika sudah begini, kemungkinan paling masuk akal adalah proyek film berjalan di tempat (atau malah dibungkus begitu saja).

Oleh karenanya, Cak Waw pun menghidangkan ‘Sang Suporter’ dalam bentuk film animasi pendek. Tidak perlu bermewah-mewah ria dengan memanfaatkan teknologi 3D yang ada seperti halnya kebanyakan film animasi saat ini, melainkan cukup bergantung pada animasi konvensional untuk menghantarkan kisah. Lebih murah meriah. Dibuat untuk merangkul impian suporter sepakbola tanah air yang berharap bisa memperkenalkan wajah pesepakbolaan tanah air ke mata internasional, ‘Sang Suporter’ bertutur mengenai perjuangan keras seorang suporter sepakbola tanpa nama dalam mempertahankan tiket gratis menonton Piala Dunia 0000 di negeri fiktif Balland yang mendadak lepas dari tangannya setelah sebuah insiden bersama para begundal kecil di pagi hari yang indah (atau lebih tepatnya, errr… sial). Seolah sepele dan tampak bisa diselesaikan dengan mudah begitu saja, tanpa dinyana-nyana segalanya malah menjadi semakin rumit dan memburuk tatkala orang tua para begundal kecil tersebut dan seekor ayam turut terlibat ke dalam permasalahan ini.

Kreatifitas. Itulah salah satu keunggulan yang dimiliki oleh ‘Sang Suporter’. Beranjak dari sebuah ide cerita sederhana yang sebetulnya telah diaplikasikan oleh beragam film (dari beragam genre pula), ‘Sang Suporter’ mampu terhidang sebagai sebuah sajian yang tidak saja seru, tetapi juga begitu mengasyikkan dan menghibur buat disimak berkat imajinasi tak terbatas dari si pembuat film. Sejak menit pembuka, film telah mengindikasikan bahwa Anda akan dibawa ke dalam sebuah petualangan penuh kesenangan yang tak terbayangkan. Cak Waw membiarkan ide-ide gilanya meluncur tanpa beban. Kekhawatiran yang sempat membayangi diri lantaran ide dasar pengisahan tidak menawarkan pembaharuan sehingga ‘Sang Suporter’ bisa saja terjebak pada kemonotonan dan keklisean nyatanya sama sekali tidak pernah terjadi. Malah, film begitu lancar bertutur dengan kegilaan yang penuh kebebasan tanpa pernah sekalipun takut akan dikekang oleh batasan-batasan. Setiap menit yang hadir di film senantiasa menarik untuk disimak karena apa yang diungkapkan oleh si pembuat film kerap kali sulit diduga sehingga rasa penasaran (sekaligus ketertarikan) pun muncul, “apa lagi ya yang akan dihadirkan oleh Cak Waw setelah ini?.”
Begitulah kurang lebih yang saya rasakan kala menyimak ‘Sang Suporter’ dan cukup meyakini, Anda pun akan memeroleh pengalaman yang serupa. Betapa tidak, usai aktifitas bangun pagi – yang sejatinya begitu klise untuk memulai tuturan cerita – yang divisualisasikan secara jenaka, berturut-turut mengikuti kesialan nasib sang tokoh utama adalah perkara yang bisa jadi tidak pernah terlintas sedikit pun di benak. Baiklah, mungkin keberadaan para begundal kecil dan bapaknya bukan sesuatu yang – meminjam istilah dari Syahrini – cetar membahana, tetapi hey, lihatlah apa yang diperbuat oleh Cak Waw setelah itu dalam parade car chase sequence di jalanan ramai kendaraan a la film-film aksi Hollywood (lengkap dengan segala kelebayannya). Gelak tawa pun bercampur secara gurih bersama keterpanaan. Memberi kemunculan yang epik terhadap ‘bola ajaib raksasa’ sekaligus pembelokan kisah saat si tokoh utama dan ayam yang kita kenal di permulaan film bertransformasi secara drastis seiring berlalunya film – baik dari segi peranan maupun tampilan fisik.  Apakah ada dari Anda yang menyangka bahwa seekor ayam yang keberadaannya seolah tak lebih dari penanda waktu akan memegang peranan penting terhadap kelangsungan cerita? Dan apakah ada dari Anda yang pula menyangka si tokoh utama yang botak ceking bakal beralih rupa semacam Ghost Rider (bahkan RoboCop!) di pertengahan film? Sangat meyakini, tidak.

Tampilan tokoh yang dikreasi oleh Cak Waw dalam ‘Sang Suporter’ ini harus diakui tampak begitu nyentrik, tidak biasa, dan mudah membekas di ingatan. Membuat saya seketika langsung teringat pada percakapan ringan bersama Andrey Pratama, animator muda, yang sekali waktu berujar, “saat orang melihat karakter ini mereka juga inget melihatnya dari film apa,” tatkala membahas tentang character design. Ini berarti, Cak Waw telah menjalankan tugasnya dengan baik karena desain karakter yang ditampilkannya di ‘Sang Suporter’ harus diakui terbilang ‘memorable’. Tidak saja untuk tokoh utama, tetapi juga para pendukung semacam si ayam, para begundal kecil dan orang tua mereka, hingga ‘bola ajaib raksasa’ kemunculannya membuat saya tercengang pula sukar menahan ledakan tawa. Bukti bahwa kecakapan animator Indonesia pun bisa diadu.