24 Apr

The Fox, Indonesia Pertama di Cannes Festival

CDDGd1IUgAADYDcThe Fox Exploits The Tiger’s Might hadir kembali. Setelah Goethehause dan Kineforum, Kamis (23/4), giliran Institut Prancis di Indonesia (IFI) menayangkan film arahan Lucky Kuswandi tersebut. Ya, film pendek Indonesia pertama yang sukses terseleksi untuk berkompetisi dalam Critic’s Week, Cannes Film Festival.

The Fox memberikan saya keleluasaan dalam membicarakan tema kekuasaan dan seksualitas secara terbuka, jujur dan dewasa. Keleluasaan tanpa penyensoran Read More

23 Apr

Menikmati Rutinitas Banjir Jakarta

Banjir Jakarta tak lagi terasa sebagai musibah melainkan telah menjadi sebuah rutinitas. Imbasnya, masyarakat kembali harus menurunkan standar kesejahteraannya tatkala memilih berdomisili di Jakarta. Selain masalah macet, banjir katanya menjadi pokok konstrentasi dari para pemangku kepentingan ibu kota. Ya, sembarang membuang sampah sambil mencak-mencak menyalahkan pemerintah memang memuakkan, namun pengejawantahan dari program penanganan yang tampak kalah banyak dari mal-mal baru pun tak kalah memuakkannya.

Siklus banjir lima tahunan juga tengah dirasakan Enjeh, dara manis Read More

10 Apr

Berbicara Nasionalisme Tanpa Berceramah

Tidak sedikit masyarakat di negeri ini yang menganggap menonton sebuah pertandingan sepak bola merupakan kewajiban dariNYA, pergi ke stadion yang sama halnya dengan naik haji ke tanah suci, dan klub yang mereka bela adalah berkah perpanjangan tangan tuhan dalam bentuk agama kedua. Sepak bola memang menjadi olahraga nomor wahid di Indonesia, walaupun kerap dikecewakan olehnya, riuh suporter kita di dalam stadion boleh dipastikan tak pernah surut jika Evan Dimas cs. mainkan laga kandang. Jangan lupakan pula antusiasme penonton layar kaca yang menyebabkan rating Ganteng-Ganteng Serigala Read More

02 Apr

(Not a) Good News from Indonesia

PosterRetorika normatif Pak Susilo yang makin ke sini makin bikin kangen saja, menjadi mukadimah film bergenre dokumenter ini. Pidato resmi kenegaraan ihwal Pilpres 2009 yang disampaikannya dengan kalem dan runtut dibiarkan oleh Wawan Sumarmo, empunya film, menjadi sebuah narasi pembuka. Lha kan belum genap setahun kita-kita ditinggal beliau, masak sudah sebegitu kangennya? Ya, sayang memang, cuap-cuap-nya yang tampak tegas nan “terbungkus” macam itu sudah kadung menjadi terapi bagi kami-kami yang seringkali mengalami sulit tidur. Hal yang relatif tak terdapati pada “imam” kita sekarang yang entah sedang ada di mana, Pak Joko. Kebalikannya Pak Susilo, Pak Joko Read More

26 Mar

Ulasan Film “The Unlovables”

Film tanpa komunikasi verbal langsung ini mungkin saja tampak terinspirasi dengan novel karangan Junot Diaz berjudul The Brief Wondrous Life of Oscar Wao. Novel yang pula meraih Pulitzer Award atau penghargaan tertinggi dalam bidang jurnalisme di Amerika Serikat untuk kategori fiksi pada tahun 2008.

Priesnanda Dwisatria, sutradara film ini, sempat memberi “mimbar” untuk novel tersebut. Ya, tepat di fragmen ketika si tokoh laki-laki terusik cumbu rayu satu pasangan yang sedang kasmaran di sebuah areal kampus. Hal yang saling memunggungi antara tabiat si tokoh dan realita lapangan.

Jika dalam The Brief Wondrous Life of Oscar Wao, Diaz menjabarkan bahwa Read More

19 Mar

Profil Sutradara: Luhki Herwanayogi

“Karakter terbatas di Twitter kerapkali memunculkan bias-bias pesan yang tidak jarang menimbulkan banyak masalah”- Luhki Herwanayogi. Sebiji perkara yang memang tidak jarang timbulkan berjibun petaka. Gejala yang diangkat sutradara asal Yogyakarta itu dalam karya film terbarunya, Aku Kudu Piye, Tweeps?.

Hanya berlatar kamar pribadi yang dijejali pernak-pernik khas lelaki belia, Luhki mencoba menguak ketidaknyamanan yang bahkan bisa hadir di zona nyaman kita itu. Didot—tokoh utama film ini—digambarkan terpusing-pusing di bilik tidurnya hanya lantaran ia tidak menggunakan sosial media dengan arif.

“Sosial media punya dua sisi, positif dan negatif, sehingga kita harus pintar-pintar menggunakannya. Sosial media bisa sangat berguna, tapi bisa juga jadi petaka, bahkan datang dari tempat ternyaman kita,” ujar Luhki.

Menarik menilik beberapa fragmen dalam film ini. Sekali tempo, Luhki sempat menyisipkan sebuah kiasan dalam bahasa Jawa yang berbunyi ‘koyok munyuk ketulup’. Didot yang saat itu mencak-mencak kepada kakaknya imbas sebab sepele, ya, charger-nya telat dikembalikan. Respon Didot yang berlebihan itulah yang Read More

16 Mar

Ulasan Film “Kitchen Knight”

Pertama kali menonton film animasi ini, mungkin di benak Anda terlintas film Petualangan Sherina. Kenapa? Saksofon dan irama yang riang. Ya, hal yang diharapkan Donny Irianto—empunya film ini—menjadi stimulan bagi pemirsanya untuk menonton dengan nikmat hingga tuntas. Apalagi, untuk ukuran film pendek, Kitchen Knight punya durasi yang relatif singkat.

Setengah dua belas kurang sedikit di dapur yang jauh dari hiruk pikuk dapur restoran pada umumnya. Tumpukan wajan, panci, dan piring kotor tidak kelihatan lagi. Tampaknya, sedang ada yang dinanti oleh dua chef “penunggu” dapur berlantai papan catur itu. Benar saja, Dolares datang.

Siapa Doleras? Diantar sang supervisor restoran, ia bertandang mengenakan blus merah, lengkap dengan tudung kepala ala Ratu Elizabeth yang dihias ornamen mungil berwarna ungu. Perempuan berperawakan mirip salah satu petinggi partai politik di Indonesia ini ternyata seorang penguji yang akan Read More