26 Feb

Obituari Mini Alex Komang

Lelaki yang tak pernah tampak gemuk, kacamata lensa cekung yang kerap menemani, rambut putih dan hitam lebat bersanding di kumis dan janggutnya, figur yang lazim kita lihat di layar lebar era sekarang sebagai sosok ayah yang keras kepala, kolot pun arif berlatarkan lakon serius. Saifin Nuha, Alaika Qomar, Alex Komang. Ya, mungkin Anda lebih asing dengan dua nama yang tersebut pertama.

Terlahir dengan nama Saifin Nuha 53 tahun silam, Alex Komang tumbuh di lingkungan yang karib dengan nuansa keislaman. Ayahnya pun saat itu berencana untuk lanjut menyekolahkannya ke pesantren bila Alex tamat Madrasah Aliyah (setara SMA namun lebih bercirikan Islam). Belum sempat terealisasi, Alex remaja malah “kabur” ke Jakarta. Usut punya usut, kaburnya Alex ke ibukota bukan tanpa alasan. Alex terlibat cinta segitiga dengan salah satu guru Aliyah-nya. Ia dan gurunya tersebut naksir perempuan yang sama. Hingga Alex merusak motor sang guru yang sedang ngapel ke rumah sang pujaan—yang juga merupakan tetangga Alex—. Sial bagi Alex, ia ketahuan sebagai pelaku pengrusakan dan terancam tidak diluluskan.

Hijrah ke Jakarta dan menjadi “Anak Bulungan”, Alex mulai tertarik dunia seni peran. Setiba medio 80-an, debut keaktorannya dalam Doea Tanda Mata besutan Teguh Karya sukses pancangkan nama Alex Komang sebagai Pemeran Utama Pria Terbaik dalam Festival Film Indonesia (FFI) 1985. Ayah Alex bukannya senang dengan prestasi “duniawi” anaknya tersebut melainkan kecewa sampai tak sekalipun menyapa Alex selama dua tahun lebih. Ayahnya pun geram “Safihin Nuha”-nya diubah menjadi “Alex Komang”. Sadar akan hal itu, Alex setidaknya mencoba mengambil secuil hati sang ayah dengan mengarang sebuah nama yang lebih ketimuran. Ia mengenalkan diri sebagai “Alaika Qomar” yang berarti “di atasmu ada rembulan”.

Oke, kita biarkan sejenak kehidupan pribadi Alex Komang…

Sepanjang karir beraktornya, tercatat Niniek L. Karim dan Ayu Azhari menjadi dua nama yang acapkali mentas se-frame bareng Alex. Karya-karya Teguh Karya macam Ibunda dan Pacar Ketinggalan Kereta mengadu ketiganya berakting. Sedekade lebih sedikit, Alex dan Niniek kembali bertemu, waktu itu mereka terlibat dalam Ca Bau Kan garapan Nia Dinata. Setelah sebelumnya pada 1997, Alex dan Ayu pula bersua, masih dalam arahan Teguh Karya, namun kala itu di sebuah sinetron lepas berjudul Perkawinan Siti Zubaedah.

Perannya sebagai seorang sopir angkot sekaligus bapak yang konservatif dengan tidak mengizinkan anaknya (Ihsan Tarore) melanjutkan pendidikan ke New York dalam 9 summers 10 autumns diganjar Piala Maya 2013. Menjadi salah satu juri dalam Apresiasi Film Indonesia (AFI) 2014 dan Komite Pemilih Kategori Akting dalam Piala Maya 2014 pun dilakoni sebagai bukti nyata kecintaannya pada dan demi kemajuan film Indonesia, klise memang…namun benar adanya. Tidak cukup di situ, komitmen Alex tersebut mengantarkannya terpilih menjadi ketua umum Badan Perfilman Indonesia (BPI) periode 2014-2017. Kini, posisi Alex bukan diteruskan oleh Aa Gatot Brajamusti melainkan Kemala Atmojo.

Belakangan, Alex Komang sempat berpesan melalui salah seorang keponakanya agar problem kesehatannya tidak terlalu banyak diekspos media. Hal yang memang bukan sebuah alasan untuk Alex begitu saja mengesampingkan dunia yang telah membesarkan namanya tersebut.

Sedu sedan yang menggenangi lini masa di 13 Februari 2015 membuktikan Alex Komang bukan melulu milik keluarga ataupun insan perfilman. Kami-kami sebagai penikmat film Indonesia pun merasa kehilangan. Jika melihat tren per-aktor-an (pun per-aktris-an) film Indonesia yang makin kemari, bukan tidak mungkin nantinya rindu kami untuk melihat akting Alex Komang akan sama seperti rindunya seorang bayi pada air susu ibunya.

Selamat jalan Saifin Nuha, kami percaya rembulan di atasmu kan terus menerangi, serupa Alex Komang dan Teguh Karya yang lekat seperti lampu dan cahayanya.

Sumber (cerita masa remaja Alex Komang):

Akhmad Sahal (@sahaL_AS) dan Nirwan Dewanto (@nd_nir)