28 Aug

Magi Bubur Penolak Bala

Salah satu nominasi dalam kategori ‘film dokumenter terpilih’ Festival Film Online (FFOK) 2015 ini merupakan satu dari puluhan episode yang dapat Anda saksikan lewat kanal Selasar Nusantara. Episode berjudul Bubur Penolak Bala ini coba mengetengahkan kisah desa yang penuh dengan klenik. Tidak hanya itu, desa yang diketahui bernama Ranca Kalong ini pun menyimpan riwayatnya yang lain. Bagi para cenayang yang tengah mendalami ilmu kanugaran aka ilmu kebal dan kebatinan, dusun inilah yang menjadi sentral untuk mereka mendalami ilmu tersebut.

Pernah dengar Sunda Wiwitan? Betul, salah satu kepercayaan asli nusantara yang tidak diakui di negerinya sendiri. Berkembang di Jawa Barat, Sunda Wiwitan “senasib” dengan agama-agama tradisional lainnya. Pemeluk Kejawen (di Jawa Tengah dan Jawa Timur), Parmalim (di tengah Suku Batak), hingga kaharingan (Kalimantan), dll., pun belum bisa disejajarkan dalam hal pemenuhan hak-hak sebagai warga negara jika dibandingkan dengan para pemeluk agama “impor”. Mungkin saja para pemeluk agama-agama di atas dibuat terpaksa mencantumkan ‘islam’ atau ‘kristen’ dalam kolom agama mereka di KTP.

Liukan suara Ki Encu membuka perjumpaan kita dengan Dusun Ranca Kalong. Mulutnya tak henti melafalkan mantra dan memanjatkan doa berlanggamkan Sunda. Benar adanya, karena Ranca Kalong memang terletak di Sumedang, Jawa Barat. Sebuah ritual metafisika yang diyakini menjadi penghubung antara makhluk yang hidup di bumi dengan dunia gaib, leluhur, dan sang Maha Kuasa.

Ketika musim tanam padi akan dimulai, segala persiapan pun dilakukan. Sebagai warga yang masih percaya dengan kekuatan gaib yang dapat memberikan berkah bagi seluruh hasil panen mereka, maka sejumlah ritual kerap dilakukan.

Hari kesebelas bulan Sura merupakan saat bagi warga Dusun Ranca Kalong untuk menyelenggarakan sebuah ritual unik tahunan yang mereka sebut ‘Ngalaksa’ atau secara harfiah berarti bubur. Bubur yang dibuat bukanlah macam bubur-bubur ayam pinggir jalan, bubur yang pembuatannya melibatkan hampir seluruh warga ini, berasal dari 1000 bahan hasil bumi. Tidak tanggung-tanggung, bubur berbumbu doa dan mantra ini dibuat selama semalam suntuk.

Malam terhampar, asap kemenyan pun kembali mengepul memanggil para saksi makhluk gaib. Bukan tanpa alasan mereka memanggil para roh gaib kala itu, upacara (Ngalaksa) ini, bagi mereka, seperti menjadi sarana perantara antara roh gaib tersebut dengan sang Pencipta demi hasil panen yang diharapkan. Daya magis pun semakin terasa tatkala harum kemenyan terhirup di antara jajaran sesajen.

Tradisi yang sudah dilakukan sejak ratusan tahun tersebut, nyatanya pula mencuplik kisah Nabi Nuh saat mengumpulkan berbagai bahan yang tersedia untuk dibuat bubur yang lalu dibagikan kepada seluruh penumpang kapal. Namun ‘Ngalaksa’ sendiri telah menjadi tradisi. Ya, sebuah tradisi yang dianggap mampu menolak bala bencana seperti teluh dan santet. Pesan moral ‘Ngalaksa’ sebenarnya pun sederhana saja. Upacara ini dijadikan semacam perekat silaturahmi warga Dusun Ranca Kalon saat panen dirasa berhasil. Tidak hanya dibarengi doa, Ngalaksa juga disertai dengan sebuah tarian yang bernama Tarawangsa, tari ini pun diiringi bunyi ritmis rebab jentreng.

Sedikit dibuat bergidik memang membayangkan tahap demi tahap dalam ritual di atas. Maka dari itu, sebaiknya tak hanya dibayangkan. Oiya, boleh jadi juga Bubur Penolak Bala menjadi obat penolak bala untuk para penontonnya…

Nah, Jika Anda tertarik dengan berbagai legenda yang ada di Nusantara, tak ada salahnya berkunjung sebentaaar saja ke Selasar Nusantara. Tak hanya Bubur Penolak Bala yang bakal Anda temui pastinya, bermacam folklor dari Sabang sampai Merauke bisa Anda pilah kok. Jadiii…selamat bervakansi ria!