07 May

Peka Hak Cipta, Stop Pembajakannya!

Dibuka Wakil Presiden Jusuf Kalla, seminar Proteksi dan Monetisasi Hak Kekayaan Intelektual untuk Industri Film di Indonesia, Rabu (6/5), di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta Pusat, berlangsung menarik. Forum diskusi yang digagas oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI) ini mengajak seluruh pemangku kepentingan industri kreatif—khususnya perfilman—di Indonesia untuk lebih peka terhadap hak cipta dan pembajakannya serta bagaimana mengomersilkan kembali sebuah karya.

Lewat pernyataannya, Kalla sempat menyerempet salah satu sebab dari maraknya pembajakan di negeri yang sedang dipimpinnya bersama Presiden Jokowi ini. “Rata-rata harga tiket untuk nonton bioskop itu 50 ribu, harga yang sebanding dengan gaji harian seorang buruh. Bukan soal tidak mau nonton, tapi tidak mampu nonton,” katanya.

Pembajakan terjadi tak hanya di Indonesia, India pun begitu adanya, namun Wakil Presiden yang lebih akrab ditulis dengan akronim ‘JK’ itu kembali menjelaskan, “Di India dari dulu filmnya nari terus, tapi tidak ada yang bosan. Ini soal kultur. Film India juga laris di sini. Padahal kita membayar untuk nangis,” katanya, yang diiringi gelak hadirin.

Ditambahkan lagi oleh JK, pentingnya menjaga Hak Intelektual (HI) bagi para pengusaha yang berkecimpung dalam perfilman nasional. “Tidak dijaga, pengusaha tidak untung. Kalau tidak untung, tidak bisa bikin film baik.”

Mengamini apa yang dikatakan JK, Ketua APROFI, Sheila Timothy mengatakan, “perkembangan digital platform harus diimbangi dengan pemahaman tentang HI agar para inventor mendapatkan perlindungan hukum serta mendapatkan keuntungan dari karya seni mereka.” Lala—sapaan karib Sheila Timothy—dalam sambutannya juga menyatakan, “kesadaran akan HI bakal memunculkan kesadaran dari seluruh pihak yang ada dalam industri film nasional untuk lebih menghargai penemuan-penemuan serta hak-hak dari pemilik suatu produk khususnya film.”

Menghadirkan Mira Lesmana, diskusi dilanjutkan dengan bahasan Monetisasi (Mengomersilkan kembali) sebuah film. Tandem Riri Riza dalam merilis AADC? (2002) itu pun mengatakan filmnya tersebut telah dikonversi dalam berbagai versi. “Terakhir yaitu TVC (TV Commercial) untuk aplikasi LINE, 2014 lalu. Kami berikan hak untuk mengambil footage dari filmnya 20 detik, judul, nama karakter, pemain serta lanjutan ceritanya,” jelas Mirles, yang tampil etnik dalam acara tersebut.

Masih dalam rangka Hari Kekayaan Intelektual Sedunia yang diperingati setiap 26 April, seminar dan diskusi ini juga bertujuan untuk mendesak pemerintah agar lebih mengacuhkan HI. Ya, salah duanya berupa sweeping ke mal-mal yang masih membiarkan lapak penjual DVD bajakan dan memblokir berjibun situs portal yang tengah memutar Film Indonesia secara ilegal.

Biar lebih memasyarakat, mungkinkah diperbanyak gedung bioskop yang tidak terintegrasi mal?