09 Mar

Ulasan Film “Salah Gaul”

Apakah menjadi ALay alias Anak Layangan alias Anak Lebay alias Anak Kampung atau terserah lha Anda mau mendefinisikannya seperti apa, merupakan cara bergaul yang salah? Apakah kita yang meng-klaim diri kita bukan bagian dari mereka sudah bebas dari predikat tersebut? Belum Tentu!

Ya, berangkat dari gelagat alay yang sedang naik daun di Indonesia, setidaknya dua pertanyaan di atas membuat duo Abdul Razzaq dan Sahree Ramadhan tergerak untuk mendokumenterkannya. Mulai dari pelajar hingga wanita karir mereka mintai pendapat soal alay dan segala problematikanya.

Tidak ada definisi pasti dari apa yang dinamakan alay yang ditawarkan dalam film ini. Penonton diajak ikut memaknai apa yang disebut dengan alay, apa yang biasanya mereka kerjaan, bagaimana mereka berpenampilan, sampai di mana tempat mereka bersosialisasi. Royal Plaza kompak disebut oleh para narasumber sebagai tempat berkumpulnya para alay, Mall itu paling sering disebut karena memang syutingnya mengambil tempat di Surabaya. Jangan salah, Read More

18 Nov

Review : Harry van Yogya

Setelah memulai langkah yang meyakinkan lewat ‘Hide and Sleep’ yang dipenuhi shot bernada eksperimental, Ismail Basbeth mengemas film keduanya yang diberi tajuk ‘Harry van Yogya’ secara sederhana. Anda tidak akan menemukan sesuatu yang aneh di sini, segalanya dialirkan dengan cara yang terbilang normal untuk ukuran Ismail Basbeth, berlangsung singkat, tetapi lagi-lagi menyimpan kritikan sosial terhadap kondisi sosial di sekitar kita yang begitu menohok. Jika ada bentuk percobaan yang kentara terasa di film kedua si pembuat film ini, maka itu bukanlah soal gaya pengambilan gambar atau tatanan pengisahannya. Itu berkaitan dengan aliran jenis film yang dipilihnya. Tidak lagi bermain-main di ranah fiksi, Ismail Basbeth mencoba untuk mengambil jalur dokumenter demi menghantarkan gagasan yang ingin disampaikannya melalui ‘Harry van Yogya’.

Dengan durasi yang hanya merentang sepanjang 6 menit, ‘Harry van Yogya’ mengalir secara ringkas, padat, dan jelas. Apa yang dikuliknya pun sejatinya sederhana, Read More

22 Sep

Ulasan Film: “400 Words”

Setidaknya, ada tiga fase terpenting dalam kehidupan manusia: kelahiran, pernikahan, dan kematian. Fase terakhir disambut dengan tangisan pilu bermuram durja, sementara kedua fase lainnya dirayakan dengan semangat penuh cita. Akan tetapi, di balik segala gegap gempita dan senyum mengembang, pernikahan kerap kali menyimpan segudang cerita, khususnya di detik-detik terakhir menuju hari-H – dan itu tak selalu menggembirakan, walau pastinya layak untuk dikenang.

Ismail Basbeth, melalui karya terbarunya yang berjudul “400 Words”, menganggap bahwa persiapan pernikahan adalah sesuatu yang unik, penting, dan menarik sehingga dirasa perlu untuk diabadikan melalui lensa kamera. Namun, bentuknya tidak melalui tuturan fiksi, melainkan menempuh jalur dokumenter. Yang dijadikannya sebagai obyek penceritaan sekali ini bukan lagi orang asing dengan setumpuk pengalaman dan latar belakang yang menggugah rasa penasaran, melainkan orang yang paling dikenalnya luar dalam di dunia ini. Dirinya sendiri. Read More

21 Aug

Ulasan Film: “Konjak Julio”

Referendum pemisahan diri Timor Timur dari Indonesia yang berlangsung pada tahun 1999 menyisakan cerita-cerita pahit di benak banyak keluarga yang dipaksa tercerai-berai lantaran keadaan. Sebagian eksodus ke daerah-daerah terdekat di wilayah Indonesia, sementara sebagian lain memutuskan mendiami tanah kelahiran yang telah beralih rupa menjadi negara republik baru, Timor Leste.

Seolah perpisahan ini belum cukup menyakitkan, bertahun-tahun berada di bawah terjangan konflik membawa kondisi serba memprihatinkan bagi warga sipil yang bermukim di sekitar dengan infrastruktur rusak parah, logistik relatif terbatas, ekonomi di bawah ambang batas, pendidikan tak memadai, hingga penyakit mengintai di mana-mana. Jauh dari kata nyaman, aman, apalagi ideal. Seolah kehidupan yang terpapar dalam opera sabun di televisi swasta nasional saban hari hanyalah angan-angan belaka, muskil terwujud. Read More